[ menelusuri jejak sejarah Kota Batu melalui PRASASTI SANGGURAN,
yang jika ditelusuri di sekitar Desa Ngandat di kawasan SUMBER BELIK]]
Batu
Minto (Minto’s Stone) menjadi perbicangan setelah pengusaha Hashim
Djojohadikusumo berencana membawanya kembali ke Tanah Air dari Skotlandia.
Selama ini, orang hanya mengetahui bahwa batu itu dulunya berasal dari Dusun
Ngandat, Kota Batu. Tapi persisnya dimana, tak banyak yang mengetahui.
CHAPTER [2]
KAPAN PRASASTI SANGGURAN
KEMBALI KE KOTA BATU????
Setelah selama hampir 200 tahun menjadi koleksi keluarga Lord Minto di Skotlandia, Prasasti Sangguran yang berasal dari Ngandat (perbatasan Kabupaten Malang dan Kediri) akhirnya akan dikembalikan kepada pemerintah Indonesia.
”Prasasti Lord Minto atau Prasasti Sangguran adalah salah satu dari ribuan koleksi benda budaya yang sampai saat ini masih berada di luar negeri,” kata Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Untoro, untuk pengembalian prasasti tersebut pihaknya telah meminta bantuan Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo (YKHD) yang memiliki minat besar pada pelestarian benda-benda seni dan sejarah serta memiliki jaringan internasional.
Prasasti Sangguran yang bertahun 928 Masehi, tingginya sekitar 2 meter dan beratnya lebih dari 3 ton. Prasasti itu diberikan Sir Stamford Raffles kepada Lord Minto pada tahun 1814 sebagai upeti. Lord Minto adalah Gubernur Jenderal Inggris di India dan atasan Raffles.
YKHD telah mengupayakan pengembalian prasasti tersebut selama empat tahun dan keluarga Lord Minto bersedia mengembalikannya. Tinggal teknis pengembalian yang sedang dibicarakan. Nantinya prasasti tersebut akan ditempatkan di Museum Nasional di Jakarta. Kembalinya prasasti tersebut akan diharapkan akan menguak sejarah bangsa sekitar 1.100 tahun lalu.
”Prasasti Lord Minto atau Prasasti Sangguran adalah salah satu dari ribuan koleksi benda budaya yang sampai saat ini masih berada di luar negeri,” kata Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Untoro, untuk pengembalian prasasti tersebut pihaknya telah meminta bantuan Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo (YKHD) yang memiliki minat besar pada pelestarian benda-benda seni dan sejarah serta memiliki jaringan internasional.
Prasasti Sangguran yang bertahun 928 Masehi, tingginya sekitar 2 meter dan beratnya lebih dari 3 ton. Prasasti itu diberikan Sir Stamford Raffles kepada Lord Minto pada tahun 1814 sebagai upeti. Lord Minto adalah Gubernur Jenderal Inggris di India dan atasan Raffles.
YKHD telah mengupayakan pengembalian prasasti tersebut selama empat tahun dan keluarga Lord Minto bersedia mengembalikannya. Tinggal teknis pengembalian yang sedang dibicarakan. Nantinya prasasti tersebut akan ditempatkan di Museum Nasional di Jakarta. Kembalinya prasasti tersebut akan diharapkan akan menguak sejarah bangsa sekitar 1.100 tahun lalu.
CHAPTER [3]
PRASASTI BATU
BERSEJARAH DARI DESA NGANDAT KOTA BATU
Salah
satu sumber penting yang menyangkut kesejarahan Kota Batu adalah PRASASTI
SANGGURAN,
yang ditemukan di Dusun Ngandat (Sekarang masuk Wilayah Desa Mojorejo,
Kecamatan Junrejo, Kota Batu). Pahatan pada
balok
batu setinggi 160 cm, lebar 122 cm, dan tebal 32,5 cm tersebut, bertulisan
yang diidentifikasi berhuruf Jawa Kuna dan sedikit bagian
pembuka berhuruf Sangsekerta. Tulisan 38 baris terdapat
Prasasti
Sangguran, di Kediaman Lord Minto
pada
bagian depan batu (recto). Empat puluh lima baris kalimat terpahat di
belakang (verso), dan bagian samping (margin) kiri 15 baris kalimat. Bagian
bawahnya berbentuk umpak dengan hiasan teratai ganda (padmasana).
Sebagian
akan saya nukil transliterasi perbaikan pembacaan oleh Hasan djafar . Pembacaan
tersebut didasarkan pada hasil pembacaan J. LA Brandes (1913),
dan saran dari H. Kern (1915), N.J. Korm (1917), L.C. Damais, serta H.B. Sarkar
(1972) sebagai berikut :
Tak banyak yang mengetahui, bahwa prasasti tersebut dulu berdiri di
Dusun Ngandat, Kota Batu. Ketika Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816),
memegang tampuk kepemimpinan atas jajahan Inggris di Pulau Jawa. Saat itulah,
dia terkesima oleh keindahan prasasti yang digambarkan John Newman.
//o//awghnam
= astu// siwam astu sarwwajagatah parahitaniratah bhawantu bhuta(gan)ah /
………dosah
praghanatsat sarwwatra sukhi bhawatu lokah ( //o// )
Swasti
sakawarsatita 850 srawanamasa titi caturdasi suklapaksa…….
……….irika
diwasa ni ajna sri maharaja rakai pangkaja dyah wawa sri wijayalokanamotungga,
tinadah rakryan mapatih I hino pu sindok sri isanawikrama, umisor is samgat
momahumah kalih madander pu padma anggehan pu kundala kumonakan ikanang/
Wanua
isangguran watak waharu………………………………………
……………………………watak
ijro ityaiwamadi tan tama irikanang wanua sima I sangguran kewala bhatara I
sang hyang prasada kabhaktyan ing sima kajuru gusalyan I mananjung, atah
pramana I sadrewya hajinya kabaih/
Cuplikan
Bagian Verso
………ka
ike samaya sapatha sumpah pamangmang ma/……………
Irikeng
sapatha sinrahakan sang wahuta hyang kudur, hadyan hulun matuhara.
Prasasti
Sangguran 928 Masehi
Rai
laki-laki wadwan, wiku grahasta muang patih rama asing umulahhulah ikeng wanua
I sangguran, sima inarpanakan punta I mananjung I bhatara, I sang hyang prasada
kabhaktyan ing sima kajurugusalyan, idlaha ni dlaha ………………………………………..
Bwat karmaknanya,
patyananta taya kamung hyang deyantat patiya, tattanoliha I wuntat, ta (t)
tinghala I likuran, ta®ung ingadegan tampya
Lord Minto, Nama Minto
Stone lebih dikenal dari Prasasti Sangguran
I i wirangan, tutuh tundunnya wlah kapalanya, sbitakan.
Wrangnya rantannususnya wtuakan dalmanya, duduh hatinya pangandagingnya inum
rahnya teher
pepedakan......................................................................
Wkasan pranantika, yan para ring alas panganan ring mong,
patuk ning
ula............................................................................................
SAAT DIJAJAH, PRASASTI DICURI
OLEH GUBERNUR JENDERAL RAFFLES (1811-1816),
diberikan kepada LORD MINTO, di CALCUTA [india]. India saat itu juga dijajah oleh INGGRIS (united kingdom).
diberikan kepada LORD MINTO, di CALCUTA [india]. India saat itu juga dijajah oleh INGGRIS (united kingdom).
Pada 1813, Prasasti Sangguran direngut dari Bhumi
Ngandat, kemudian oleh Raffles
dihadiahkan kepada Lord Minto di Calcuta. Batu bertuah itu oleh Minto,
diletakkan di rumahnya (Minto House), Bukit Minto, Tepi Sungai Teviot, dekat
Hawick, Skotlandia.
Prasasti Sangguran atau disebut dengan Prasasti
Ngandat, atau juga dikenal sebagai Minto Stone pendiriannya dilakukan dengan upacara sakral. Sejumlah
tokoh agama datang memberikan berkah do’a. Tata upacara disebutkan rinci dan
runtut.
Adalah dua Samgat (biasa ditulis Pamgat = jabatan keagamaan atau dharma upapatti) , yaitu Samgat Madander Pu Padma dan Samgat Aggehan
Pu Kundala, mendapat kehormatan
menerima perintah Rakryan Mapatih
I hino Pu Sindok, dari Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri
Wijayalokanamottungga.,
untukmelakasanakan pungutan di Desa Sangguran. Pungutan tersebut sebagai
pemasukanPunta di Mananjung, yang bernama Dyang Acarryya………untuk Bhatara
yang bersemayam di bangunan suci di daerah perdikan para pandai logam di
Mananjung (letak Mananjung hingga saat ini belum ditemukan. Tapi seharusnya,
tidak boleh jauh dari Ngandat). Penggunaannya khusus memenuhi keperluan pemeliharaan dan berbagai keperluan bangunan
suci di Mananjung tersebut.
Setelah penganugrahan Desa Swatantra Sangguran
oleh Raja Wawa-- Raja ke XII Mataram Kuna—itu, maka Desa Sangguran tidak boleh
ada pungutan lagi. Baik dari para patih, wahuta, dan semua abdi dalem raja,
atau dari pihak mana pun juga. Demikian pula yang berkenaan dengan denda segala
tindak pidana (sukha duhkha) dan denda bagi hukuman yang tidak adil (danda
kudanda). Kesemuanya itu adalah hak Bhatara yang bersemayam dibangunan suci peribadatan, atas
perbendaharaan raja tersebut. Pungutannya dibagi tiga. Sebagian untuk Bhatara,
sebagian lagi untuk penjaga sima, dan sisanya untuk para petugas.
Setelah memberikan sejumlah hadiah kepada
Maharaja, mapatih dan semua undangan yang hadir, Sang Makudur (pemimpin upacara sima) mempersembahkan air suci, dan
mentahbiskan susuk serta kalumpang. Kemudian dia memberi hormat Sang Hyang Teas ( sebutan tugu batu prasasti, sinonim dengan susuk dan Sang Hyang Watu Sima) yang terletak di bawah witana. Selanjutnya, dengan langkah yang
teratur Makudur menuju tugu batu tersebut, dan menutupnya dengan sepasang kain wdihan .
Mulailah Sang Makudur memegang ayam, lalu
memotong lehernya berlandaskan kulumpang. Disusul dengan membanting telur ke
atas batu sima, sambil mengucapkan sumpah serapah, agar watu
sima tetap berdiri kokoh.
Demikian ucapan Makudur :
“ Berbahagialah hendaknya Engkau semua hyang
Waprakeswara, maharesi Agasti, yang menguasai timur, selatan, barat, utara,
tengah, zenith, dan nadir, matahari, bulan, bumi, air, angin, api pemakan
korban, angkasa pencipta korban, hukum, siang, malam, senja……………engkau
yang berinkarnasi memasuki segala badan. Engkau yang dapat melihat jauh dan
dekat pada waktu siang dan malam, dengarkanlah ucapan kutukan dan sumpah
serapah kami…………Jika ada orang jahat yang tidak mematuhi dan tidak menjaga
kutukan yang telah diucapkan oleh Sang Wahuta Hyang Kudur. Apakah ia bangsawan
atau abdi, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, wiku atau rumah tangga,
patih, wahuta, rama, siapapun merusak kedudukan Desa sangguran yang telah
diberikan sima kepada Punta di Mananjung…………maka ia akan terkena
karmanya. ##.
CHAPTER [5 - HABIS]
MENELUSURI ASAL MUASAL PRASASTI BATU MINTO
BATU minto (Minto’s Stone) memang
bukan benda purbakala sembarangan. Selain wujudnya yang tidak biasa, berbentuk
bongkahan batu setinggi dua meter dan diperkirakan memiliki berat 300 ton,
situs ini menjelaskan peralihan dari masa Kerajaan Mataram ke Jawa Timur. Penjelasan
tokoh Dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kec Junrejo, Kota Batu, yang menyebut letak
prasasti itu dulunya berada di belik tengah yang kini telah berubah
menjadi kompleks Wihara Dhammadipa Arama, dikuatkan pihak wihara. Biksu Khanti Dharo Mahattna,
sesepuh wihara Dhammadipa Arama mengatakan, wihara yang juga menjadi tempat
tinggalnya itu dibangun sekitar 1970-an yang lalu.
Awalnya, menurut biksu kharismatik ini, bangunan wihara sangat
sederhana, masih semi permanent. Dinding-dindingnya dari gedek alias anyaman bambu. Atapnya dari
genteng tanah liat. “Saya memang bukan orang pertama yang mendirikan wihara ini. Tetapi
saya mulai tinggal di Malang sejak 1961. Sedikit banyak
mengerti tentang cerita riyawat berdirinya wihara dan cerita rakyat Ngandat,” tutur sosok bersahaja ini.
Menurut biksu Khanti, pohon
beringin yang tumbuh lebat di tengah kompleks wihara Dhammadipa Arama sudah
berusia ratusan tahun. Tepat di bawah pohon beringin terdapat sebuah mata air yang oleh warga desa
setempat dulunya disebut belik atau blumbang tengah. Mata air ini, kata
dia, dimanfaatkan untuk mandi dan mengambil air bersih untuk memasak. Tokoh
agama panutan ini mengakui bahwa ada cerita yang menyebut di bawah pohon beringin
tua itu terdapat sebuah batu besar bertuliskan tangan aksara Jawa kuno. Entah
bagaimana ceritanya, sebut biksu Khanti, batu besar tersebut tidak ada di
tempatnya sekarang. ”Beberapa
tahun lalu, beberapa orang dari Universitas Brawijaya Malang pernah mendatangi
lokasi ini. Mereka ingin melakukan penelitian tentang benda purbakala.
Tetapi, karena saya tidak
melihat dengan mata kepala sendiri benda yang dimaksud, akhirnya rencana
penelitian itu dibatalkan,” ujarnya. Soal cerita turun
temurun yang menyebut bahwa pohon beringin, belik,
dan batu besar bertuliskan aksara Jawa kuno itu berhubungan dengan Kerajaan
Mataram, biksu Khanti tidak mengetahui pasti. ”Maaf
untuk masalah itu saya tidak bisa menjelaskan. Karena belum ada bukti kuat yang
mendukung cerita rakyat Ngandat pernah saya dengarkan itu,” tambahnya. Sebelumnya,
Munir, tokoh desa setempat mengatakan bahwa Prasasti Sangguran yang kini
dimiliki keluarga besar Lord Minto di Skotlandia itu berada di belik tengah.
Menurut Munir, berdasarkan
cerita kakek buyutnya yang diwariskan kepadanya, batu besar itu hilang dari
tempatnya karena diambil tentara VOC (Belanda) pada zaman penjajahan. Merunut
data otentik bahwa Batu Minto berasal dari Dusun Ngandat yang dibawa Gubernur
Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles sebagai upeti ke atasannya, Lord Minto,
sangat mungkin batu di belik tengah itu memang Batu Minto alias
Prasasti Sangguran. Tengara bahwa benda purbakala itu dulunya
di belik tengah juga semakin kuat bila
melihat kenyataan bahwa tempat itu kini menjadi punden, sesuatu yang
dikeramatkan. ”Yang perlu Anda ketahui, pada hari-hari tertentu masyarakat
berkumpul di tempat itu untuk memanjatkan doa kepada Tuhan,” papar biksu Khanti.
Bisa jadi memang benar-benar di
situlah Prasasti Sangguran itu berada. Punden,
menjadi petunjuk bahwa lokasi belik tengah itu memang tempat yang suci
bagi masyarakat dulu. ”Kalau tidak berkaitan dengan zaman kerajaan, tidak
mungkin di kawasan pohon beringin itu masih wingit atau angker,” kata Munir yang ditemui
kemarin. Dia menjelaskan, sebelum wihara Dhammadipa
Arama dibangun semegah sekarang, banyak tamu dari luar Kota Batu yang melakukan meditasi di tempat
itu.
Kawasan wihara masih menyimpan
rahasia alam yang belum bisa diungkapkan,” beber Munir Belik
tengah sendiri ternyata masih mengalir hingga kini. Sumber airnya terus
mengeluarkan air yang jernih dan menyegarkan. Saat musim kemarau datang, dan
sumber-sumber air lain banyak yang kering, belik tengah tetap memancarkan airnya.
Penduduk di sekitar wihara kerap
datang dan meminta air itu
untuk keperluan sehari-hari. “Di wihara ini hanya ada dua sumur. Meski musim kemarau tidak pernah mati, Tetangga
kanan-kiri kita justru sering meminta air bersih kepada kita,” paparnya.
(maman adi saputro/foto by: www.gutenberg.net.au)
[disarikan dari berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar